Minggu, 02 Januari 2011

TEMA 1(Transportasi)

Sistem transportasi di Yogyakarta saat ini jauh dari bentuk transportasi yang bersifat manusiawi. Bahkan desain yang diciptakan semakin mengikis unsur-unsur manusiawi dimana desain-desain yang digunakan lebih mementingkan pengguna sepeda motor sebagai referensinya, bukan kepada pejalan kaki.
“Banyak kebijakan yang semakin mengurangi fasilitas pejalan kaki seperti pada jalan yang semakin menyempit sehingga pejalan kaki terganggu dengan adanya pengemudi kendaraan yang berpindah jalur,” kata Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL) UGM Dr. Heru Sutomo pada Diskusi Publik “Menggagas Transportasi Yang Manusiawi di Yogyakarta”, Jumat (20/2) di University Center UGM.

Dalam kesempatan tersebut, Diskusi Publik yang digagas oleh Masyarakat Tranportasi Indonesia (MTI-DIY) dan PUSTRAL UGM menghadirkan juga Antropologi UGM Drs. Bambang Hudayana, MA., dan mantan Kepala Dinas DLLAJR Provinsi DIY Drs. Moenadji.

Menurut Heru Sutomo, permasalahan transportasi merupakan momok bagi banyak kota dalam meningkatkan dayatarik dan citra kotanya. Kemacetan, kecelakaan dan polusi merupakan bagian dari aspek negatif transportasi yang berpotensi merongrong perekonomian kota, termasuk dalam hal ini juga terjadi di Yogyakarta.
“Stagnasi sektor pariwisata dan pendidikan di Jogja merupakan gejala lambatnya penanganan transportasi dari kecepatan gelombang masalahnya. Karena penanganan berbau teknikal saja sering kali kurang membawa hasil,” tukasnya.

Ia menambahkan, menggagas transporatsi yang manusiwai di Yogyakarta bisa dilakukan dengan cara mencoba mengeksplorasi nilai-nilai hakiki dan nilai-nilai tradisional dalam transportasi dari sisi budaya, menggali local knowledge (pengetahuan lokal) dan local wisdom (kearifan local), local material dan teknologi yang mungkin berpotensi dalam memberi masukan ke depan dalam pengembangan transportasi di Yogyakarta.
“Pendekatan budaya menjadi alternatif atau komplemen dari pendekatan modern, tidak jarang justru menjadi penguat yang jitu,” tandasnya.

Pendapat senada juga disampaikan oleh Drs. Moenadji, menurutnya menggagas sistem tranportasi yang lebih manusiawi lebih diprioritaskan kepada pejalan kaki karena pejalan kakai merupakan salah satu bagian dari pengguna jalan yang kedudukannya paling lemah. sehingga perlu mendapatkan perhatian dan perlakuan yang manusiawi. Untuk mengatasi permasalahan yang saat ini terjadi di Yogyakarta, lanjutnya, perlu adanya peningkatan kuantitas dan kualitas fasilitas pejalan kaki di semua tempat atau lingkungan publik. Selain itu, perlunya penanaman kesadaran bagi pengendara kendaraan bermotor untuk menghormati pejalan kaki.
“Sepeda motor bukan sarana transportasi yang manusiawi. Dari segi kenyamanan dan keselamatan pengendara bermotor kurang begitu terjamin, selain itu juga menimbulkan polusi udara,” imbuhnya.

Sementara itu Antropolog UGM Drs. Bambang Hudayana, MA menuturkan bahwa tingginya angka kecelakaan tidak hanya dikaitkan dengan rendahnya tingkat responsibilitas pemerintah, politisi, masyarakat maupun swasta, akan tetapi juga berkaitan dengan sistem budaya yang rapuh dalam membentuk perilaku semua aktor tersebut di dalam mengembangkan manajemen transportasi dan perilaku berlalulintas.

2 komentar:

  1. transportasi jogja sangat evektif..
    murah coy...

    BalasHapus
  2. ah tapi tetap saja taxi mahal...
    masa mallioboro kostQ 25 ribu...
    mending naik becak..

    BalasHapus